Victor Laiskodat Gandeng Hery Nabit
Seorang yang lanjut usianya menghampiri saya. Dia kemudian menyapa (dalam bahasa Manggarai). "Anak, ke sini dulu. Saya ada perlu penting!," sapanya. Jawabku: "Untuk apa Kek?".
Saya tidak menanyakan namanya dan dari mana ia berasal. Kami bertemu di sebuah warung kopi.
Kakek itu kemudian bertanya lagi. "Anak, tinggal di mana?". Balasku: "Saya berkelana di Ruteng Kek!". "Oh ya, begitu?," komentarnya sembari meminta saya mendekat untuk menyenggengkan telinga.
Baca juga: Kidung Kehidupan
Kakek itu kemudian bercerita. Ceritanya begini:
Anak, tadi malam saya melihat Pak Victor Laiskodat bergandengan tangan dengan Pak Hery Nabit. Mereka menuju ke sebuah rumah besar. Di depan rumah itu tertulis Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur. Ketika tiba di beranda rumah itu, banyak orang bersalaman. Mereka jalan berdua tetapi memakai baju kebesaran saat dilantik menjadi pemimpin.
Ketika hendak masuk rumah itu, mereka berdua melambaikan tangan kepada orang banyak di alun-alun rumah itu.
Di depan rumah itu terdapat banyak tulisan ucapan profisiat atas pelantikan mereka. Gubernurnya Pak Victor Laiskodat, Wakil Gubernurnya Pak Hery Nabit. Menariknya mereka bergandengan tangan.
Baca juga: Paradigma Belis Bukan Tolok Ukur Meski Sebuah Kenischayaan
Saya kemudian melihat banyak sekali tamu terhormat menuju rumah itu. Tampak mereka bersalaman. Saya melihat tulisan yang terpajang di baliho-baliho menyampaikan profisiat atas pelantikan Gubernur NTT Victor Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT Hery Nabit.
Saya kemudian memotong pembicaraannya. "Kek, Pilgub NTT 2024 kan belum selesai tetapi penglihatannya Kakek terasa aneh bagi saya," timpalku.
Balasnya: "Saya melihatnya begitu Nak. Tidak ada yang mustahil kalau begitu yang akan terjadi. Itu namanya kehendak alam!".
Baca juga: Sejarah Ceki Ndingar Orang Ko'it, Congkar
Saya kemudian berkata lagi: "Kek, saya ambilkan air putih dulu!". Kakek itu bersahut: "Tidak usah Nak, sudah ada air putih di sampingmu Nak".
Advertisement
Ketika saya mengambil air putih itu, Kakek itu menyerahkan dua gulungan surat. Setelah memberikan dua gulungan surat itu. Kakek itu kemudian menghilang seketika. Yah, secepat kilat. Saya pun tersentak kaget tetapi di atas meja perbincangan kami, terdapat dua buah gulungan surat. Saya kemudian penasaran ingin membacanya. Dalam surat pertama itu tertulis: Suara rakyat adalah suara Tuhan. Kemudian saya membuka gulungan surat kedua. Dalam surat kedua tertulis: Kehendak alam itulah yang tertinggi.
Baca juga: Akses yang Perlu Dibangun Pemkab Manggarai Barat di Desa Coal
Saya kemudian merenung, ah apa maksud isi kedua surat itu? Lalu, mengapa Kakek itu tiba-tiba menghilang secepat itu dari hadapanku? Memangnya itu tadi siapa? Dan apa maksud tulisan itu?
Saya kemudian pulang ke pertiduran lalu terlelap. Ketika tidur saya kemudian bermimpi. Mimpinya begini: Ada dua orang belum terlalu tua menemui saya. Seorang dari mereka berkata: "Hei anak muda. Jangan heran ketika si Kakek berbicara denganmu di sebuah warung kopi tadi siang. Jika itu kehendak alam, maka terjadilah". Bilangku: "Apabila itu menyangkut Pilgub NTT, mana mungkin Victor-Hery berpasangan? Kan ada Ibu Emi Nomleni, Pak Ansy Lema dari tubuh PDI Perjuangan. Apakah Ibu Emy dan Pak Ansy tidak jengkel? Kemudian, apakah mungkin seperti itu?".
Baca juga: Deus Lord
Seorang yang lain berkata: "Waktu memang terus berjalan tetapi sebenarnya waktu itu tetap. Dan segala sesuatu terjadi karena ketetapan".
Usai berkata demikian kemudian kedua orang itupun juga hilang sekejab. Selang berapa menit, tiba-tiba bumi berguncang keras. Karena berguncang keras, saya pun terjaga dari pulas.
Baca juga: Woléng Wongka Oné, Ca Kin Natas Labar
Saya kemudian bangun: "Ternyata tadi saya bermimpi. Ah, bermimpi di dalam mimpi lagi!," gumanku sembari mengerutkan kening.
Kata orang "sesuatu bisa berawal dari mimpi".
BalasHapusBenar ité
Hapus