Sungai Aare di Bern dan Naga Hijau

Eril. Foto (Istimewa)

Sungai Aare di Bern, Swiss berdasarkan informasi dari berbagai sumber selalu memakan korban jiwa. Beberapa literatur menyebutkan, sungai Aare menjadi lokasi wisata pemandian bagi orang Bern terutama di musim panas.

Kabar putera Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, Emmeril Kahn Mumtadz, menggemparkan Indonesia, Swiss bahkan dunia.  Eril, pria muda yang hendak kuliah di Bern itu amat menyedihkan karena berakhir begitu saja di Aare. 


Mitologi.

Banyak daerah di bumi tentu memiliki cerita tentang mitologinya. Salah satunya tentang Naga Hijau (naga Nilakandi - dikutip dari wikipedia). 

Khusus Orang Manggarai, Flores memiliki cerita tentang mirip naga hijau itu atau naga Nilakandi itu. Bisa saja berbeda, naga Nilakandi yah mirip cerita tentang manunggé (Lih. Manunggé Upaya Komparasi dan Analogi). Manunggé adalah ular yang merupakan hasil metamorfosis keempat dari ular hijau. Urutannya: kaka ta'a, liko dango, mbawarani, manunggé. Mbawarani dan manunggé agak sulit dilihat oleh manusia kecuali orang-orang tertentu. Metamorfosis ular hijau bagi orang Manggarai adalah suatu yang bersifat betulan bukan karangan. 

Mistisisme

Secara mistis, sungai Aare memiliki daya tarik yang kuat agar orang-orang berenang. Orang-orang bahkan ada yang merasa tidak takut untuk berenang apalagi terkadang suhunya amat dingin. Apakah dingin penyebab kematian di Aare ataukah airnya deras ataukah memang tidak tahu berenang ataukah ada yang kebetulan terkena serangan jantung? Tentu banyak yang bertanya tentang itu karena Aare begitu banyak memakan korban jiwa. 

Eril misalnya, secara mistisisme tentu dirinya tidak memahami mengapa ia begitu senang untuk berenang ke Aare pada waktu itu. Memang Aare adalah lokasi wisata tetapi mengapa orang-orang begitu ingin berenang? Itu pertanyaan yang perlu dijawab. Apa yang menggaet mereka untuk berenang? Orang Bern berenang di Aare adalah salah satu jenis permainan walau nyawa adalah taruhannya.


Ditarik Magnet Alam.

Kaca mata lain, Aare diduga memiliki penjaga berupa naga hijau. Bak magnet alam, naga hijau yang tidak kelihatan memiliki kekuatan untuk menarik orang-orang. Orang Manggarai kerap menyebut lélap nai. Lélap artinya terbang, nai artinya keinginan. Lélap nai adalah rasa yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu misalnya cebur mandi. Lélap nai tidak semua orang dapat mengontrolnya. Lélap nai mirip wawé. Wawé adalah keadaan atau perbuatan yang dilakukan sesuatu agar mengikuti kemauan dari sesuatu itu. Sesuatu itu disebut sebagai roh alam (LihRoh Alam adalah-Sahabat Manusia). Biasanya jika dalam perang tanding mantra-mantra digunakan agar lélap nai ngo raha (gerakan hati di mana melihat musuh seperti tikus kecil saja dan keadaan itu tidak disadari yang pada akhirnya tewas di medan perang). Jika ingin meniduri gadis cantik nan mungil, teknik wawé adalah cara terbaik untuk mendapatkan mahkota keayuannya.


Orang Bern.

Warga Bern adalah masyarakat postmodernis. Masyarakat agamis, masyarakat kritis logis tampaknya. Intervensi roh alam bagi mereka adalah suatu yang absurd. Mereka tentu tidak yakin adanya anima vegetatif Aristoteles atau teori ideanya Plato apalagi memahami teori Sigmund Freud bahwa libido hanyalah sebagai reaksi dari aksi hormon. Roh alam sebagai penjaga alam bagi orang Bern adalah kemustahilan, bohong, ilusi, halusinasi, utopi, proyeksi bodoh. Pikiran bagi orang Bern adalah murni kerja otak manusia karena gen dan pola makan bukan disebabkan oleh gerakan roh. 

Nah, berbicara soal ritual takung sangatlah mereka tolak karena merupakan suatu yang inlogic. Faktanya, banyak orang-orang yang harus berakhir ziarahnya di Aare. Ritual takung mirip ritual tolak bala. Bagi orang Bern atau penganut agama tertentu, takung dianggap sebagai pemikiran sesat, orang gila zaman edan.

Sangkaan Keras.

Percaya atau tidak tentu urusan pribadi. Sangkaan keras, Aare dihuni oleh naga hijau. Naga hijau itu diduga sebagai penjaganya. Kematian adalah panggilan keharusan tetapi apakah waé dé'i (penetapan kematian) harus di Aare? Tentu saja ini menjadi pertanyaan juga. Memang kematian adalah keharusan tetapi tidak harus di Aare. 

Ritual Takung.

Ritual takung adalah teknik harmoni. Bagi masyarakat tertentu, takung adalah upaya terbaik. Orang Bern pasti menolak keras. Alasannya, kematian adalah hak prerogatif Tuhan. Cerita tentang naga hijau di Aare pasti juga dianggap sebagai orang tolol. 

Apakah Naga Hijau Ada?

Bagi orang Manggarai, naga hijau itu ada. Naga hijau adalah metamorfosis keempat dari ular hijau. Naga hijau sifatnya tersembunyi. Sulit diinderai indera biasa kecuali oleh indra keenam. Apabila naga nilakandi dikaitkan dengan manunggé, maka cibir sudah barang tentu bahkan orang-orang membuang ludah (iso ).

Ata Jangka. 

Banyaknya kematian di Aare, kalau orang Manggarai perlu dicaritahu ke ata jangka, ata waé nggéreng. Ata jangka akan menunjukkan jalan mengapa sering terjadi kematian di Aare. Ritual takung pasti akan digelar. Apabila ada orang Manggarai di sana dan hendak mandi, maka ritual takung pasti digelar.


Roh Alam Bukan Setan.

Roh alam bukanlah setan tetapi representasi dari Yang Kuasa yang diberi wewenang istimewa untuk melindungi dan menjaga alam agar tetap harmoni. Ritual takung maksudnya ritual meminta perlindungan. Orang Manggarai menyebut tesi (meminta izin). Ketika sungai digunakan, maka penjaganya perlu dihormati dengan meminta izin terlebih dahulu. Ritual takung bukan menyembah roh alam tetapi meminta izin dan mohon perlindungan Yang Kuasa melalui representasinya. Nah, makanya ada istilah Tuhan Representasi yang oleh orang Manggarai mengenalnya sebagai ceki (Lih. Ceki Wujud Halalisme Orang Manggarai). Ritual takung selalu diawali dengan menyebut nama Tuhan Semesta Alam. Ungkapan ujudnya: "Dengé Lité Morin Jari agu Dédék, naga de golo...dan seterusnya ---Dengarkanlah wahai Tuhan semesta alam, pencipta langit dan bumi. Penjaga dan pelindung Kota Bern...dan seterusnya). Itu ujudnya kepada Tuhan, sehingga takung itu bukan menyembah roh alam.

Siapa yang Menggelar Ritual Takung?

Jawabannya adalah harus orang Bern. Apabila ada orang Manggarai yang hendak mandi di situ, maka ritual tesi (izin) perlu dibuat. Medianya adalah sebutir telur ayam kampung. Maksudnya agar penjaga Aare melindungi dan jiwa-jiwa orang yang meninggal di situ toé babang agu bentang céwén poto le wakar data mata kut lut isét pa'ang be lé oné ngalor hitu (tidak mengagetkan roh alam dan jiwa perenang tidak dipanggil oleh jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal di Aare). Ritual dibuat agar Aare tidak meminta tumbal. Setiap orang pasti mati tetapi dengan ritual, orang-orang tidak mati sia-sia di Aare. 

Apakah ini pemikiran yang sesat? Silakan saja tiap pribadi yang menilainya. Budaya Manggarai, Flores melakukan seperti apa yang ditulis di atas. Sebutir telur sudah cukup! Itu adalah mengetuk hati meminta izin, restu kepada Yang Kuasa agar terlindungi saat bermain-main di Aare. 

Ruteng.
Melky Pantur.
Senin (20/6/2022).
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yayasan Komunitas Inovasi Rumpun Bambu Cabang Ruteng Sudah Membagikan Makanan Bergizi ke Sekolah Layani 2236 Peserta Didik

SURAT WASIAT: KEMULIAAN ALLAH SUDAH DEKAT!

Kondisi Jalur Pering, Gulang Menuju Waé Cewé