Roh Alam Sahabat Manusia?
Melky Pantur
Kita kembali ke judul: Roh alam adalah sahabat manusia. Apakah itu benar? Menurut konsep orang Manggarai, relasi manusia itu bermacam-macam, antara lain:
1. Relasi dengan sesama.
2. Relasi dengan Roh Semesta.
3. Relasi dengan wura agu ceki (leluhur dan
Tuhan representatif).
4. Relasi dengan roh-roh alam.
Sesuai judul, poin d menjadi pembahasan utamanya di sini. Nah, roh-roh alam adalah sahabat manusia. Menurut keyakinan tertentu, roh-roh alam bertugas sebagai penyeimbang alam.
Roh-roh alam biasanya diyakini sebagai penjaga mata air, penjaga hutan dan penjaga samudera. Menurut orang Manggarai, roh-roh alam adalah petugas yang dimandatkan oleh Tuhan Semesta Alam sebagai penjaga.
Menurut Aristoteles dengan teori anima vegetatifnya menjelaskan, setiap tetumbuhan ada jiwanya. Teori ini nyaris tak berbeda jauh dengan cara pandang Hinduis yang mengatakan, setiap tetumbuhan ada Atman di dalamnya.
Ngelong.
Apa relasinya dengan budaya ngelong dalam budaya Manggarai? Ngelong adalah proses pendamaian (rekonsiliasi) dengan pemilik tetumbuhan (jiwa tetumbuhan/Atman). Ketika suatu benda hidup disakiti, maka akan berdampak buruk terhadap orang yang melakukannya. Orang Manggarai menyebutnya nangki agu rudak.
Hal mana, orang Manggarai kerap melaksanakan ritual roko molas poco dan tampak dalam ritual ra'um bubung mbaru. Mengapa roh alam adalah sahabat manusia?
Mengacu pada beberapa teori, roh alam sebenarnya bukan hanya sebagai sahabat tetapi sebetulnya adalah penolong manusia. Tanpa roh alam yang adalah perwakilan dari Yang Maha Kuasa itu sendiri, keseimbangan alam akan menjadi kaku. Nah, roh alam adalah penolong manusia.
Ketakutan akan Kematian.
Dalam berbagai literatur ada ungkapan suci senantiasa mendengar bahwa setiap yang lahir harus mati. Artinya, apa pun yang dilahirkan pasti badannya musnah.
Menurut budaya orang Manggarai, mereka mengakui, jiwa orang mati (wakar) itu hidup kekal. Karena hidup lagi, maka dibuatlah ritual téing hang wura agu ceki (memberi makan leluhur dan Tuhan representatif). Ritual takung (memberi makan) kerap dilakukan setiap tahun.
Roh-Roh Alam.
Roh-roh alam yang dimaksudkan adalah penjaga atau pelindung mata air, penjaga atau pelindung hutan, penjaga atau pelindung lautan/samudera, penjaga atau pelindung langit (pengatur cuaca dan hujan), penjaga kampung adat (naga béo).
Simak juga hal di bawah ini!
Roh-Roh Halus.
Adapun roh-roh halus bagi orang Manggarai, yaitu: darat (kuntilanak), poti (setan), potiwolo (berbadan tinggi, genderuwo), inéwéu (setan perempunan yang diyakini bersusu panjang), manunggé (ular bermahkota). Sedangkan, kehidupan roh-roh halus lainnya, seperti: mata mberé, api ja, londé, wera. Adapun relasi dengan roh-roh halus sifatnya privatif saja.
Relasi dengan roh-roh halus lazimnya melalui petunjuk mimpi. Dalam konteks tertentu lahirlah istilah toing. Sebutan lainnya woé. Woé maksudnya berteman dengan roh-roh halus. Hal ini berbeda dengan relasi dengan roh-roh alam. Yang dibuatkan ritual hanya di mata air, altar adat, kebun dan rumah saja. Sedangkan, ngelong dilakukan manakala seseorang melukai katak atau ular tetapi katak tidak sampai mati. Itulah yang disebut rudak. Yah, mesti dibuatkan rekonsiliasi (meminta maaf) karena katak itu mengeluh kepada Yang Kuasa.
Roh Alam Apa yang Dimintaitolong Orang Manggarai?
Nah, roh alam yang diminta tolong orang Manggarai adalah penjaga mata air (waé barong), pemilik pohon dan tetumbuhan. Orang Manggarai bukan dinamisme ataupun animisme, apalagi politeisme. Tuhan bagi orang Manggarai mengambil wujud Ayah dan Ibu (Amé rinding mané, Iné rinding wié).
Soal Ketakutan.
Orang Manggarai percaya benar bahwa kematian adalah hukum determinasi. Hukum itu tampak dalam prinsip dasar waé dé'i. Waé dé'i adalah nazar kelahiran. Artinya, setiap orang yang lahir akan mati telah ditetapkan Yang Kuasa. Jadi, kematian bagi orang Manggarai adalah determinasi. Cara kematian sesuai wada (ketentuan dari Yang Kuasa) bukan kehendak apa pun.
Apakah Semua Roh Alam Itu Sahabat Manusia?
Pada dasarnya, semua roh alam adalah sahabat manusia. Namun, apakah manusia karena optio fundamentalis-nya bebas menghancurkan sesama manusia? Tentu saja tidak! Orang Manggarai tidak menyembah roh-roh alam. Itu perlu dicatat tetapi menyembah Yang Kuasa.
Apakah roh-roh alam dapat memusnahkan manusia? Ini tentu saja bisa bila saja diizinkan Yang Kuasa seturut waé dé'i-nya. Roh-roh alam dipercaya akan marah apabila manusia salah tingkah, misalnya merusak mata air.
Waé Dé'i.
Waé dé'i mengajarkan, setiap kematian manusia ada wada-nya. Wada adalah imperatif kategoris, absolut determinan.
Jalan dan Kebenaran.
Ziarah kehidupan adalah kategori kebenaran. Waé dé'i adalah bagian dari kebenaran. Jalan berarti cerita hidup, kisah hidup dan nasib.
Kebenaran bisa bersifat khusus, parsial/kategoris, bisa bersifat universal. Maka, apa pun yang terjadi di bawah kolong langit adalah jalan dan kebenaran. Segala sesuatu yang bersifat hidup pun adalah diriNya.
Nah, segala sesuatu yang dapat bergerak karena penggerak. Penggerak itu adalah Tuhan. Benda mati bisa seperti hidup. Misalnya mobil dan pesawat. Itu adalah gambaran benda mati yang seolah-olah langsam/hidup.
Maka, relasi dengan roh-roh alam adalah jalan dan kebenaran. Sama halnya, politik adalah jalan dan kebenaran. Politik itu sendiri adalah jalan kebenaran. Jalan kebenaran itu terjadi karena hidup dan untuk hidup. Karena politik adalah jalan kebenaran untuk hidup, maka slogan yang mengatakan vox populi vox Dei tak ubahnya merupakan perejawantahan riil dari slogan itu. Sama halnya, cogito ergo sum sebagai ciri khusus dari cara berada yaitu hidup. Karena itu, relasi dengan roh-roh alam sama dengan relasi dengan Pencipta.
Analogi.
Retaknya relasi dengan roh-roh alam sama seperti ketika masuk ke sebuah rumah melalui jendela, maka itu adalah pencuri. Orang Manggarai mengibaratkan, setiap rumah ada pemiliknya demikian pula setiap mata air ada penjaganya. Penjaga itu adalah utusan Yang Kuasa. Itulah sebabnya, orang Manggarai yakin betul pada saat airnya hendak diambil atau dimanfaatkan dibuat ritual ngelong lalu diikuti ritual karong salang waé. Hal mana ketika menebang pohon untuk dijadikan siri bongkok harus dibuat terlebih dahulu ritual ngelong. Acara berikutnya adalah roko molas poco (meminang gadis hutan). Itu berarti hutan adalah pihak perempuan (anak rona).
Catatan Kritis.
Tulisan di atas hanya sebuah refleksi dan upaya komparatif semata. Bukan sebagai landasan kebenaran apalagi itu kebenaran absolut karena hidup tanpa refleksi adalah otak yang beku. Tentu juga bisa ditarik sebagai catatan pinggir hidup adalah sebuah interaksi nyata idea dari jiwa. Dan bahwa kehidupan hanyalah atribut kehendak dari Yang Kuasa. Manusia bergerak pada maket asa Yang Ilahi demikianlah pula roh-roh alam adalah renda-renda kekuasaan Yang Kuasa. Yang Kuasa oleh Thomas Aquinas sebagai Budi Semesta dan sebutan oleh Penulis adalah Roh Semesta. Orang Manggarai menamakanNya: Morin Jari agu Dédék (Tuhan Semesta Alam).
Tak ubahnya, setiap apa pun diciptakan untuk kebaikan. Korek api dan bensin diciptakan untuk kebaikan. Korek api dan bensin bila disalahgunakan akan mampu menghancurkan satu kota. Demikian pula, nuklir diciptakan untuk kebaikan mondial. Apabila digunakan secara keseleo dapat menghancurkan satu benua. Sama seperti, menghancurkan mata air meretakkan relasi dengan roh-roh alam.
Karenanya, segala sesuatu terjadi hanya untuk kemuliaan Yang Maha Mulia. Kesadaran adalah Yang Maha Sadar. Segala sesuatu terjadi karena kesadaran dan refleks. Refleks dan kesadaran adalah hidup. Dan hidup itu sendiri adalah kehendak. Kehendak adalah jalan. Jalan itu sendiri adalah Tuhan. Roh alam bagian dari hidup dan hidup adalah kemuliaan. Kemuliaan adalah Tuhan Allah. Itulah makanya, roh alam diciptakan sebagai sahabat manusia untuk kemuliaan namaNya.
Catatan Kaki:
Bagi orang Manggarai, roh alam bisa sebagai sahabat dan penolong tetapi orang Manggarai tidak menyembah roh-roh alam itu. Mengapa? Bagi orang Manggarai, segala sesuatu adalah Yang Kuasa. Itulah makanya, ritus takung dilakukan. Takung maksudnya menyembah Yang Kuasa. Orang Manggarai tidak mengenal lancung (menyembah roh alam) tetapi orang Manggarai yakin bahwa setiap mata air ada penjaganya. Penjaga itu adalah perwakilan Yang Kuasa.
Berikutnya, Tuhan representatif adalah Tuhan yang hadir melalui wujud-wujud makhluk hidup, bisa tetumbuhan, bisa juga binatang atau hewan.
Dalam konteks Manggarai, ceki masuk dalam kategori Tuhan representatif. Ceki terjadi karena pengalaman perjumpaan keselamatan atau pesan perjanjian tertentu. Perjumpaan itu berupa pertolongan atau peristiwa sedih yang mengharuskan terjadinya nazar. Hal itulah yang disebut totem (ceki).
Sedangkan, relasi dengan Roh Semesta tampak dalam ritual penti, congko lokap, kaba bola, paki jarang bolong.
Kemudian, relasi dengan sesama tampak dalam realitas perkawinan, relasi kekerabatan misalnya asé ka'é waé teku remong (relasi karena hidup bersama dalam satu kampung adat bukan karena relasi woé nelu). Woé nelu adalah relasi karena perkawinan.
Ruteng.
Melky Pantur.
Minggu (12/6/2022).
Komentar
Posting Komentar