Paradigma Belis Bukan Tolok Ukur Meski Sebuah Kenischayaan


Belis adalah sebuah kenischayaan, imperatif kategoris tetapi bukan tolok ukur budaya pada tataran tekstual. Secara kontekstual, budaya Manggarai menganut sistim relativisme soal tolok ukur belis. Memang sebuah kenischayaan tetapi aspek relatifnya dari sisi besarannya masih dipraktikkan secara umum.

Unsur pemaksaan soal ukuran hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Pada umumnya, orang Manggarai menganut cara pandang relativisme. Besaran sebenarnya menyangkut harga diri saja. Harga diri tentu melekat dengan ingin mendapat sanjungan sosial bahwa dianggap hebat oleh dunia meski sebenarnya belis hanyalah kode budaya. Kode budaya ini erat kaitannya dengan martabat dan moralitas. Ketika ada yang mengatakan, mengambil gadis Manggarai identik dengan belis. Itu tidak benar. Yang benar adalah martabat dan moralitas dalam relasi perkawinan. 

Strata sosial memang menjadi kegusaran tersendiri karena sudah ada bersitan proyeksi soal angka-angka. Belis ditakuti karena angka-angka. Selain angka-angka, harga diri juga menjadi titik simpul utama karena dianggap "berstrata sosial". Bahasa lain adalah "kelas lingkungan". 

Soal Ekonomi.

Pemastian belis adalah momok ketakutan. Ketika pihak laki-laki berekonomi lemah sementara pihak perempuan berekonomi tinggi, maka muncullah rasa minder dan takut. Yang dipikirkan adalah soal besaran bawaan. Di sinilah terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan apabila keluarga perempuan berharap sekali agar belis dilunasi bahkan hingga acara puncak wagal sementara keluarga laki-laki tidak mampu. Karena ada unsur pemaksaan, pihak laki-laki bisa kredit di koperasi dan bank bahkan menjual tanah hanya untuk belis. Selesai bayar belis cikat kina wagak kaba, yang untung adalah koperasi dan bank. Pihak anak rona memperkaya bank. 

Harta adalah Hadiah Ilahi.

Harta sebenarnya hadiah Ilahi. Hadiah itu melekat dengan hukum keterberian. Cara kerja hukum keterberian sangat rahasia, misteri dan takterselami. Hal itu erat kaitannya dengan cara kerja roh. Hanya roh itu sendiri yang mengetahui bagaimana seseorang itu diatur sedemikian rupa. Orang yang miskin dan kaya sebenarnya diatur. Hal itu adalah determinatif. Karena miskin dan kaya adalah keterberian, orang Manggarai kemudian menerapkan sistim berpikir familisme: capa ata mangan ata mésén dedia reweng (berapa saja yang ada bicara baik-baik itu yang penting). 

Belis Bukan Tolok Ukur.

Belis bagi orang Manggarai bukan tolok ukur. Prinsip dasar belis adalah apresiasi. Melunasi belis juga hanya sebagai bentuk apresiasi juga. Yang paling dikedepankan oleh orang Manggarai adalah martabat relasi. Martabat relasi itu kemudian akan diejawantahkan dalam praktik sida. Sida pun sifatnya relatif juga. Sebuah kenischayaan iya tetapi bukan pemaksaan. Prinsipnya capa ata mangan (berapa saja yang penting inklut). Prinsip perjumpaan adalah hal utama.

Hukuman.

Tidak menjawab sida dan tidak melunasi belis (paca) tidak ada hukumannya, baik dari Tuhan, wura agu ceki maupun pihak anak rona. Apalagi hukuman dari roh-roh halus. Tujuan dasar budaya Manggarai sebenarnya perkawinan itu monogam dan takterceraikan. Artinya perkawinan itu bertanggung jawab dan bermartabat. Mengapa tidak ada hukumannya? Nah, perkawinan itu adalah bentukan Tuhan untuk mewujudkan karya penciptaanNya. Ada banyak cara dibuatNya relasi dan Tuhan sendiri yang mengetahui itu. 

Contoh ciri khusus perkawinan disebut misteri di mana satu pasangan suami isteri resmi dikawinkan secara adat dan agama tetapi kemudian cerai. Anak terlantar. Kehendak siapakah sehingga sang anak terlantar? Hal mana misalnya, sudah kawin resmi tetapi tidak menghasilkan anak. Sudah kawin dan kemudian kaya tetapi hanya satu saja anak perempuan. Tuhan itu maha misteri. Yah, sukar terselami. 


Apakah pemaksaan terhadap belis ada hukumannya? Nah, ketika anak rona memaksa, maka orang yang memaksa sudah pasti dihukum. Sama halnya, ketika laki-laki dan perempuan bersetubuh dan melahirkan anak di luar nikah. Kedua pasutri itu bertanggung jawab tetapi pihak anak rona (Ayah) memaksa agar membawa belis dan berdampak pada cerainya anak-anak, maka si pemaksa sudah pasti dihukum. Hukumannya apa? Yah, umur dipotong. Apakah karena memang waé dé'i-nya? Tidak. Perbuatan baik dapat membuat seseorang diperpanjang umurnya. Waé dé'i hanya menyangkut bagaimana cara matinya dan bagaimana ziarah nasibnya. Pertanyaannya, apakah umur seseorang dapat diperpanjang? Jawabannya iya. Apakah solusi umur panjang? Yah, doa dan kebaktian. Kebaktian melekat erat dengan perbuatan baik. Kebaktian wujud konkretnya adalah menunjukkan kasih sayang. Bahasa umumnya adalah praktik cinta kasih.  

Belis Dipaksa.

Ada sebuah cerita fakta masa lampau. Cerita itu terjadi dengan masyarakat La'o di Ruteng yang kemudian sekarang mereka bertotem kerbau (ceki kaba).

Konon, di Borong anak rona menuntut agar anak wina membawa kerbau sebagai belis. Anak wina menjawab dengan baik dan sopan bahwa mereka tidak memiliki kerbau. Tarik ulur pengesahan pun terjadi. 

Karena terus didesak, pihak anak wina kemudian kesal dan mencari akal. Mereka kemudian mengambil gadis yang mau dipinang itu dibawa ke luar rumah. Anak gadis yang hendak dipersunting itu kemudian disulap menjadi seekor kerbau. Ketika perempuan itu telah disulap menjadi kerbau, pihak anak wina kemudian memberitahu sekaligus menunjukkan ke anak rona bahwa kerbaunya sudah ada di luar rumah. Pihak anak rona kemudian menyembelih. 

Pada saat selesai makan, pihak anak rona mencari anak gadis mereka. Pihak anak wina lalu menyampaikan bahwa anak gadis mereka telah menjadi kerbau dan telah disembelih bahkan dagingnya sudah mereka makan. Dicaritahulah kepada mereka yang menyembelih kerbau itu. Penyembelih mengaku heran bahwa dari perut kerbau itu keluar berbagai jenis sisa makanan yang dimakan oleh manusia namun mereka hanya heran-heran. Mendengar itu, pihak anak rona menangis histeris. Acara peminangan itupun berakhir tragis. Anak wina kemudian pulang dengan rasa sakit hati.

Mengapa tiba-tiba ilusi yang dibuat oleh anak wina bisa terjadi? Siapa yang mengizinkan ilusi itu terjadi? Nah, karena Tuhan mau menguji pihak anak rona soal apakah belaskasihan menjadi hal pertama dan utama bagi mereka namun ternyata kesombongan dikedepankan, Yang Kuasa pun geram dengan mengizinkan ilusi itu terjadi. 


Yah, bukan karena peristiwa itu, memaksa belis memang kematian. Tidak melunasi belis sama sekali tidak ada hukumannya. Dalam budaya Manggarai, sida kemudian menjadi penyambung. Mengapa? Yah, tujuan dari perkawinan hanya satu saja yaitu terciptanya relasi kekerabatan agar seseorang tidak mengganggap dirinya hidup sendiri, sepi dan meneteskan air mata. Karena Tuhan Maha Kasih dibuatNyalah relasi melalui perkawinan. Itu saja tujuan dari perkawinan yaitu teralirnya kasih Tuhan terhadap sesama dengan mengedepankan prinsip kasih karena tidak ada satupun manusia yang sungguh-sungguh memiliki harta duniawi. Harta itu hanyalah kesenangan pikiran dan harta itu hanyalah milik pikiran. Jika pikiran tidak ada, maka harta juga tidak ada. Pikiran itu sendiri adalah energi terang Ilahi yang bersemanyam dalam diri manusia yang tahtaNya berada di kepala manusia atau kerap disebut sebagai brain mover or motor brain. Otak hanyalah sebuah mesin. Brain mover itu juga berfungsi sebagai energi kekuatan di mana manusia dapat mengangkat beban hingga 20 kg. Mengangkat lebih dari 20 kg adalah pemaksaan terhadap tubuh. Itu adalah kesombongan. Mengangkat 50 kg itu adalah analogi dari belis diharuskan.

Libodo dan Keturunan.

Belis dipaksakan dapat membuat pemaksa umur pendek sebenarnya karena libido (modok/alat kelamin tegang, keras, kenyal) digerakkan oleh Roh Yang Kuasa. Begitupun mendapati keturunan. Adat dibuat hanya untuk belaskasihan semata. Sama halnya dengan kecerdasan. Tidak boleh ada satupun manusia yang menghina karena alasan kepangkatan, karir dan kecerdasan. Intinya, barangsiapa yang memaksa belis maka orang itu sudah pasti dihukum mati. 

Ruteng.
Minggu (26/6/2022).
Melky Pantur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yayasan Komunitas Inovasi Rumpun Bambu Cabang Ruteng Sudah Membagikan Makanan Bergizi ke Sekolah Layani 2236 Peserta Didik

SURAT WASIAT: KEMULIAAN ALLAH SUDAH DEKAT!

Kondisi Jalur Pering, Gulang Menuju Waé Cewé